Rapat Koordinasi Transformasi Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak Menjadi Institut Agama Katolik Negeri Pontianak

26 September 2025


Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak kembali mengadakan rapat koordinasi transformasi.. Rapat ini dibagi menjadi 2 sesi; yang pertama Sosialisasi Petunjuk Teknis Pemilihan Ketua yang dipaparkan secara langung oleh Direktur Pendidikan Katolik, Albertus Triyatmojo, S.S., M.Si. melalui Kasubdit Pendidikan Tinggi Yuvensius Sepur, S.Fil., M.Si. Juknis Pemilihan Ketua Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak diatur dalam Kepdirjen Bimas Katolik Nomor 194 Tahun 2025. Ada beberapa tahapan dalam pemilihan Ketua, yang pertama penjaringan bakal calon. Pegawai yang memiliki gelar Doktor, minimal pangkat III/b, Lektor Kepala, maksimal berusia 60 tahun dapat mendaftarkan diri menjadi bakal calon Ketua Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak. Setidaknya harus ada sekitar 5 orang pendaftar atau jumlah pendaftar ganjil dalam seleksi Ketua.

Tahap Kedua adalah pemberian pertimbangan. Daftar nama bakal calon Ketua Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak diserahkan ke Uskup setempat untuk diberikan rekomendasi. Itulah mengapa, taat pada Uskup menjadi syarat khusus dalam penyeleksian. Pemerintah dalam hal ini Bimas Katolik tetap taat dan terus bekerja sama pada Magisterium Gereja. Tahap Ketiga yaitu penyeleksian dengan format penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Senat Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak. Yang terakhir adalah penetapan dan pengangkatan oleh Menteri Agama Republik Indonesia.

Direktur Pendidikan Katolik, Albertus mengatakan bahwa Perguruan Tinggi memiliki peran strategis dalam mencerdaskan bangsa. Perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan dosen dengan jabatan akademik Lektor Kepala perlu diutamakan, sebab ini merupakan syarat mutlak dalam pemilihan Ketua. “Organisasi seperti Perguruan Tinggi membutuhkan orang-orang yang bisa diandalkan untuk menggerakkan organisasi dalam hal ini pemimpin yang sesuai agar mampu menciptakan pendidikan yang berkualitas sehingga menjadi kebanggan tersendiri bagi organisasi bahkan masyarakat,” sambung Albertus.

Setelah sosialisasi juknis pemilihan Ketua Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak, sesi dialnjutkan dengan rapat koordinasi transformasi. Kali ini rapat diadakan bersama Kepala Biro Organisasi dan Tata Laksana, Dr. Drs. Nur Arifin, M.Pd. Mengawali rapat, Kepala Biro Ortala mengaitkan sejarah BPUPKI yang membahas konsep dasar negara, termasuk hubungan agama dengan negara yang kemudian dikelola oleh Kementerian Agama.  Termasuk didalamnya pembentukan sekolah keagamaan yang dinilai lebih netral dan moderat daripada pesantren kala itu. “Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak diharapkan dapat melahirkan umat Katolik yang mampu berpikir moderat dan tidak ekstrem serta menghargai antar umat beragama”, tutur Arifin.

Rapat dilanjutkan dengan pembahasan kebijakan dan strategi Kementerian Agama (Kemenag) terkait transformasi kelembagaan PTKN, termasuk penyederhanaan birokrasi, landasan hukum, paradigma penataan Pendidikan Tinggi Keagaman, tahapan pengembangan, serta persyaratan detail untuk perubahan bentuk kelembagaan.

Beberapa poin dalam tahapan pengembangan PTKN adalah perlunya penguatan kapasitas dan tata Kelola. Artinya, Perguruan Tinggi perlu fokus pada pemenuhan infrastruktur dasar, standar nasional pendidikan, pengembangan jejaring internasional, serta peningkatan kapasitas dosen dan tenaga kependidikan dengan Bahasa internasional. Tahap kedua yaitu unggul nasional dengan kriteria terpenuhinya kriteria Perguruan Tinggi yang unggul, mandiri, dan akuntabel, menjadi pusat kajian keagamaan berbasis Moderasi beragama, menduduki peringkat 100 besar perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, dan mendapat akreditasi unggu. Tahap ketiga yaitu rujukan dunia. Untuk mencapai ini Perguruan Tinggi harus unggul dalam riset yang diakui dunia akademis dan internasional serta mampu menjadi role model bagi pusat pengembangan kerukunan umat beragama. Tahap keempat yakni daya saing. Perguruan Tinggi harus memiliki jaminan mutu yang terdapat pada seluruh aspek akademik mapupun non akademik, joint research, pertukaran dosen, joint committee of international conference, dan joint research publication.

Lalu bagaimana hasil evaluasi terhadap Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak yang sedang berupaya menjadi Institut? Menurut PMA 13 Tahun 2024, ditemukan bahwa Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak telah memenuhi standar minimal untuk kualifikasi dosen, kepangkatan akademik, jumlah mahasiswa, jenis program studi, akreditasi prodi, serta sarana dan prasarana (termasuk lahan yang tersedia untuk menjadi Institut). Namun, ada beberapa catatan yang belum terpenuhi yaitu, rasio jumlah dosen dan mahasiswa ilmu agama. Rasio saat ini 1:30 sedangkan standar minimal untuk Katolik adalah 1:20. Namun, proses transformasi akan terus dioptimalkan dibawah pembinaan dan pengawasan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik dan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama.